Senin, 29 Desember 2008

Aku Benciiii Dilecehkan Secara Seksual

Pengalaman Pertama. Umurku baru 13 tahun saat itu, baru kelas 1 Sekolah Menengah Pertama. Di tengah keramaian pasar, seorang laki-laki awal usia 20 tahun menghampiriku tiba-tiba dan dengan cepat tangannya mencolek dadaku serta melewatiku dengan santai. Hatiku panaaasss sekali… Ingin rasanya aku berbalik badan, menghampiri laki-laki itu, memakinya, memukulnya dan berteriak kepadanya. Tapi aku tidak melakukan itu, aku hanya seorang anak kecil yang bahkan datang bulan pun belum. Aku terlalu takut untuk marah kepada laki-laki itu. Bagaimana kalau nanti dia balas memakiku atau memukulku? Aku takut dan kesal tidak bisa melakukan apa-apa. Untuk pertama kalinya, dalam usiaku yang 13 tahun ini, aku merasa marah, kesal, terhina tapi tidak bisa melakukan apa-apa.

Jangan bayangkan aku pada saat itu seperti sekarang. Aku sekarang versi ABG jaman sekarang yang sedang lucu-lucunya. Aku jauuuh seperti itu. Di kelas, aku termasuk anak perempuan paling kurus sehingga teman-temanku menjuluki si “Keru” karena kurus seperti lidi dan tidak bisa diam. Jangan bayangkan kulitku kuning langsat terpelihara hasil lulur dan mandi susu setiap 2 minggu di salon Griya Arimbi Tebet. Kulitku saat itu hasil berendam selama bertahun-tahun di kolam renang Taman Mini yang suka dipakai syuting TVRI saat itu. Seminggu sekali setiap hari Sabtu dari jam 14.00 sampai jam 17.00 aku belajar berenang. Selama bertahun-tahun, dari kelas 3 SD sampai lulus SD bahkan akan dilanjutkan ke SMP. Belum lagi hobi jalan kaki ku keman-mana karena becak mulai dibersihkan di jakarta. Jalan kaki ke Supermarket Grasera di By Pas, jalan kaki ke pasar cawang kapling, jalan kaki ke rumah teman di jalan hijau daun, jalan madrasah, jalan biru laut semua di daerah cawang. Semua kulakukan dengan berjalan kaki riang gembira bersama teman-teman. Jadi kulitkupun pada saat itu tentu saja adalah sawo matang dekil. Rambutku pada saat itu bukan hasil highlight 3 warna dari salon Lu Vaze Plasa Senayan langganan mbak Mayangsari ketika akan berdandan cantik demi mas Bambang yang ganteng. Rambutku pada saat itu dipotong pendek seleher dengan keriting-keriting ikal berponi. Sekarang bayangkan diriku saat itu… Anak perempuan kurus seperti lidi, belum datang bulan, belum tumbuh dua bukit indah di dadaku, berkulit sawo matang dekil dan rambut pendek keriting berponi (semoga sisa wajah manisku masih tersisa disitu). Sudah seperti itu masih ada juga Pedofilia gila yang mencolek dadaku. Mengambil keuntungan dari ketidak berdayaanku sebagai anak kecil yang sebentar lagi jadi ABG.

Pengalaman Kedua adalah ketika aku sudah kuliah S-2 di Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Waktu itu belum ada kuliah S-2 sore untuk para pengacara dan pekerja kantor lainnya, aku mengambil kuliah pagi bersama para dosen dari berbagai daerah. Persaingan lebih ketat karena mereka dosen yang ditugaskan belajar ke Jakarta sedangkan aku selain kuliah dimulai dari jam 08.00 pagi dilanjutkan bekerja sebagai pengacara dengan waktu pulang yang tidak jelas. Di kelasku ada seorang dosen dari Aceh bernama Zulfan (maaf tulisan ini tidak bermaksud SARA). Zulfan yang baru datang dari Aceh kelihatanya terkejut-kejut melihat gadis-gadis Jakarta yang modis-modis. Saat itu kuliah siang yaitu Bahasa Inggris jam 14.00. Aku sedang mencari-cari bangku dengan posisi nyaman karena kuliah Bahasa Inggris lumayan bikin ngantuk. Tepat ketika sang dosen masuk, aku mencari bangku dan melewati Zulfan yang sudah duduk tiba-tiba temanku itu mencolek pantatku. Aku begitu terkejut, mau buat keributan tidak enak dengan dosen yang sudah masuk dan mengambil posisi siap mengajar. Selama pelajaran Bahasa Inggris, aku tidak bisa konsentrasi dan tidak bisa tenang. Aku begitu marah dan terhina. Bayangkan, di ruangan kelas Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang terhormat itu, terjadi pelecehan seksual dimana pelakunya ketika ku pandangi hanya senyum-senyum bodoh. Tidak tahan lagi, ketika kelas selesai dan sang dosen baru setengah meninggalkan ruangan, kuhampiri si Zulfan itu dan langsung kupukul dengan diktat kuliah yang lumayan tebal sampai robek. Aku bahkan lupa kata-kata apa yang keluar dari mulutku saking marahnya, semoga saja caci maki yang masih edukatif karena di ruang kelas. Belakangan, ketika terjadi musibah tsunami di Aceh dan keluarga Zulfan banyak yang hilang, aku memaafkan kejadian colek pantat itu dan membantunya beberapa kali. Cara efektif memaafkan seseorang adalah menolong orang tersebut ketika dia menghadapi musibah.

Kejadian Ketiga. Umurku sudah 33 tahun, jabatanku sudah Senior Partner di sebuah Law Firm. Aku mendapatkan ruangan kerja yang bagus dan besar hingga didalamnya ada meja meeting memuat 6 orang. Hari itu ada meeting besar, peserta meeting kurang lebih 10 orang sehingga dibutuhkan kursi tambahan. Jadilah kami berdekat-dekatan satu sama lain. Meeting pun lumayan seru, kami sibuk berdiskusi membahas hukum pertambangan di tambah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dikombinasikan dengan hak pemegang saham berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas. Disebelahku ada seorang pria klien yang cukup penting. Mungkin pria ini memendam hati kepadaku selama ini. Ditengah perdebatan serius, si Klien ini memberikan secarik kertas bertuliskan “I Love U”. Ku pandangi kertas itu dengan datar tanpa ekspresi. Tidak tersipu-sipu malu senang atau marah karena tidak suka. Hanya datar…. Lebih karena otakku masih sibuk memikirkan bagaimana si Undang-Undang Pertambangan ini dikombinasikan dengan berbagai peraturan lainnya. Merasa tanggapanku hanya datar tanpa ekspresi, si Klien penasaran kelihatannya. Dia buka handphone Nokia E90 mahalnya dan tiba-tiba dia tunjukkan gambar pria dan wanita sedang berhubungan badan. Detik itu juga konsentrasiku langsung hilang, aku marah dan tersinggung dengan sang Klien. Mukaku pun mungkin berubah merah tapi aku tidak mau mengganggu jalannya meeting yang sedang seru ini. Aku merasa pesan yang kuterima dari perilaku si Klien tadi adalah “I Love U… Maukah tidur dengan saya?”. Bayangkan, di ruangan kerjaku sendiri, di meja meeting yang kata Koh Andi tukang reparasi sofa kulit di kantorku, “Ini meja Da Vinci asli mbak” aku merasa dilecehkan, marah, tersinggung, terhina…

Beruntung selama kuliah aku tidak pernah mengalami pelecehan seksual padahal masa kuliah rasanya aku lagi lucu-lucunya. Mungkin karena disekelilingku ada cowok-cowok gendut dan super gendut sehingga mau menggodaku saja rasanya malas mengingat resiko ditindih cowok super gendut.

Tapi ada satu pengalaman yang menggelitik hatiku sampai saat ini. Saat itu aku sudah jadi Finalis Abang None Jakarta Timur. Siang itu aku menerima telepone dari sang koordinator bahwa ada “tugas Abnon” di Bogor nanti malam, tidak usah pakai baju None, hanya baju pesta atau baju malam. Aku dijemput oleh (mantan) pacarku yang juga Abang Jakarta, sahabatnya serta 2 None lainnya. Kami berlima di dalam mobil dalam perjalanan ke Bogor. Aku selalu menyambut gembira semua tugas abnon karena selain jalan-jalan dengan teman dan pacar tersayang (saat itu..), mendapat pengalaman baru juga mendapat uang saku yang lumayan untuk anak kuliah. Kami sampai Bogor sudah maghrib. Situasi sore yang beranjak mulai gelap. Ternyata alamat hotel yang diberikan, adalah hotel bintang 2 dan jalannya masuk-masuk kedalam. Kami berlima pun terbengong-bengong lihat situasi hotel. “Gak salah niy hotelnya ?” tanyaku ke teman-teman. Kamipun dipersilahkan masuk ke ruangan makan yang lebih menyerupai wisma penginapan. Di sana sudah menunggu bapak-bapak pejabat PEMDA DKI entah eselon berapa kalau menginap di hotel bintang 2 begini. Setelah selesai makan, tahu-tahu dipasang musik keras-keras dan kami para None disuruh menemani bapak-bapak itu joged-joged gak jelas. Walaupun umurku baru 20 tahun saat itu, tapi aku merasa tergelitik dengan kejadian ini. Buat apa ikut susah-susah pemilihan Abang None dengan persyaratan lumayan susah: berpenampilan menarik, tinggi badan minimal 165 cm, mempunyai pengetahuan yang luas tentang budaya dan pariwisata, bisa berbahasa Inggris aktif dan pasif, mengalahkan ratusan pendaftar lainnya, hanya untuk menemani bapak-bapak pejabat pemda DKI gak jelas eselon berapa joged-joged di hotel bintang 2 yang lebih menyerupai wisma penginapan. Malam kian larut. Aku memegangi tangan si (mantan) pacar. Bukan karena dinginnya kota Bogor tapi untuk menghindari berjoged-joged dengan para pejabat itu. Beruntung aku ada (mantan) pacar yang menemani dan menjagaku. Pelajaran untuk adik-adik perempuan yang ingin ikut pemilihan Abang None Jakarta, di hari pertama karantina para finalis, mulailah hunting Abang yang paling ganteng dan keren untuk menjaga kita dari kejadian-kejadian aneh.

Mungkin dibelakangku orang-orang berbisik, “Pasti aja dilecehkan, kalau pakai baju sexy-sexy siy…” Coba deh bayangkan dengan tinggi 168 cm dan berat 56 kg susah banget turunnya, kalau aku pakai blazer kantor kedodoran dan rok sepanjang mata kaki atau celana panjang kebesaran, jadinya seperti apa aku?? Orang-orangan salju atau lawyer? Fungsi baju itu khan membuat orang nyaman dan percaya diri. Sampai saat ini aku lebih memilih baju-baju yang membuatku nyaman dan percaya diri daripada memusingkan pendapat orang. Jadi teringat pengalaman yang sering kualami kalau lagi ke negeri tetangga Malaysia. Coba saja kita kaum wanita jalan-jalan dengan tank top. Jangan di daerah KLCC atau Bukit Bintang karena disitu banyak wisatawan asing. Coba ke daerah yang tidak banyak wisatawan asing, sambil mencicipi makanan-makanan khas malaysia. Perlakuan yang sering kualami adalah pandangan menghakimi dari kaum wanitanya ke arahku. Seolah-olah aku bukan wanita baik-baik. “TKW Indon yang berfungsi lain” he..he..he.. Gak tau kalau di Indonesia aku bekerja sebagai pengacara. Kenapa harus menghakimi hanya dari pakaian yang kita kenakan pada saat liburan?

Dari hasil researchku tentang pelecehan seksual, secara umum yang dimaksud pelecehan seksual adalah setiap bentuk perilaku yang memiliki muatan seksual yang dilakukan seseorang atau sejumlah orang namun tidak disukai dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran sehingga menimbulkan akibat negatif, seperti: rasa main, tersinggung, terhina, marah, kehilangan harga diri, kehilangan kesucian dan sebagainya, pada diri orang yang menjadi korban.
Dari definisi umum tersebut maka pelecehan seksual ditempat kerja dapat diartikan sebagai segala macam bentuk perilaku yang berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak diharapkan oleh orang yang menjadi sasaran, dan penolakan atau penerimaan korban atas perilaku tersebut dijadikan bahan pertimbangan baik secara implisit maupun eksplisit dalam membuat keputusan menyangkut karir atau pekerjaannya, mengganggu ketenangan bekerja, mengintimidasi, dan mencip-takan lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman bagi si korban. Pelecehan seksual di tempat kerja juga termasuk melakukan diskriminasi gender dalam hal promosi, gaji atau pemberian tugas dan tanggung-jawab.
Dari situs www. Kompas. Com, ada beberapa kiat mengatasi pelecehan seksual tersebut, antara lain:

• Membuat catatan tentang identitas pelaku, lokasi, tempat, saksi, perilaku atau ucapan yang dianggap melecehkan.

• Bicarakan dengan orang lain tentang pelecehan seksual yang terjadi. Bisa dengan teman atau orang lain yang kita percaya. Ungkapkan perasaan kita tentang kejadian itu. Bisa juga dengan memberitahukan perasaan kita pada orang yang ada di tempat kejadian.

• Memberi pelajaran pada si pelaku dengan memberitahukan langsung kepada pelakunya bahwa kita tidak suka dengan tindakannya atau isyarat tubuh.

• Segera melaporkan tindakan pelecehan seksual setelah kejadian, karena pelecehan seksual adalah tindakan yang melanggar hukum:
a. Pencabulan (Pasal 289,296 KUHP)
b. Penghubungan pencabulan (Pasal 295,298, 506 KUHP)
c. Tindak Pidana terhadap kesopanan (Pasal 281,283,283 bis Pasal 532533 KUHP)
d. Persetubuhan dengan wanita di bawah umur (Pasal 286,288 KUHP)

Bagaimana kita mengatasi pelecehan seksual itu sendiri? Pelajari segala hal tentang pelecehan seksual, bertindak tegas dengan mengatakan “tidak” dengan kata dan perbuatan jika kita menolak pelecehan seksual, menyebarkan informasi tentang pelecehan seksual, mau bertindak sebagai saksi, bersedia membantu korban. Lebih jauh lagi, kita bisa saja membentuk solidaritas, berkampanye bagi tersedianya jaminan keamanan dan penegakan hak-hak wanita.

Pelecehan seksual bisa dialami oleh siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Dari pengalaman pribadiku sendiri, bisa terjadi pada anak perempuan umur 13 tahun belum datang bulan, kurus, item dekil atau mahasiswi S-2 program pasca sarjana di ruangan kelas atau senior partner sebuah law firm di ruangan kerjanya sendiri, punya uang atau gak punya uang, bergelimang kemewahan atau juga dihantui kemiskinan, juga termasuk dunia entertaiment yang hanya mementingkan fisik dan kurang penghargaannya terhadap kaum wanita.

Mau tau pengalaman terakhirku mendapat pelecehan seksual? Memang hanya melalui telephone, tapi tetap saja membuatku merasa terhina, tersinggung dan tidak dihargai. Dua minggu yang lalu aku menelpon seorang pejabat kepolisian, minta dibantu sebuah kasus di institusi beliau. Jawaban polisi itu adalah, “minta-minta melulu… saya dapat apa?” dan aku yakin betul yang diminta oleh polisi itu bukan uang. Belakangan si polisi dicopot dari jabatannya karena kasus yang sedang mendapat sorotan.

Kata “tidak” adalah salah satu upaya kita menangkal pelecehan seksual. Apakah aku membesar-besarkan pengalaman-pengalaman kecil ku ini? Jawabannya adalah tentu tidak, aku hanya ingin memberitahukan kepada sesama wanita bahwa tindakan pelecehan seksual adalah salah.